Selasa, 29 Mei 2012
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EPISTAKSIS
A. Pengertian
Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
B. Etiologi
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia).
C. Patofisiologi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.
D. Manifestasi Klinik
Pertama adalah menjaga ABC
- A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk.
- B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
- C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi.
Posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
1. Hentikan perdarahan
a. Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit.
b. Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk.
c. Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan hindari.
2. Jika perdarahan berlanjut :
a. Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
b. Bawa ke fasilitas yang .
c. Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah perdarahan.
Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung.
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul :
• Sinusitis
• Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
• Deformitas (kelainan bentuk) hidung
• Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
• Kerusakan jaringan hidung
• Infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.
• Pemeriksaan darah tepi lengkap.
• Fungsi hemostatis
• EKG
• Tes fungsi hati dan ginjal
• Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
• CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal dengan penekanan pada hidung. Bila tidak berhasil dilakukan pemasangan tampon pada hidung (tampon anterior ataupun posterior), kauterisasi secara kimia/listrik, pemberian obat antikoagulansia, atau ligasi pembuluh darah. Keempat tindakan tersebut membutuhkan keahlian medis tertentu.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
8.Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
B. Penyimpangan KDM
Trauma Hidung
Masuknya benda asing
(jatuh, terpukul, pembedahan)
Mukosa Hidung Rapuh
Infeksi Nyeri
Perdarahan
Perdarahan Anterior
Perdarahan Posterior
Perdarahan Spontan
Mual, muntah, anemia
Obstruksi Jalan Nafas
Cemas
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh..
2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
D. Intervensi Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan: pemberian transfusi, medikasi.
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
INTERVENSI
• Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret.
• Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif. R/ Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial.
• Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi. R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
• Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. R/ mencegah obstruksi/aspirasi.
• Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi. R/ Membantu pengenceran sekret.
• Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator. R/ mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI
• Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.
• Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
- Temani klien.
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien
• Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
• Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
• Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.
• Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan.
INTERVENSI
• Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.
• Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
• Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
• Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
• Kolaborasi dngan tim medis. R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien. Yaitu :
- Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta.
2. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby. Philadelpia.
3. www.fkunhas.com
4. www.warta.com
5. www.blog.ilmukeperawatan.com
6. www.jevuska.com
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan.
Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung. Pemeriksaan yang diperlukan adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.
Epistaksis jarang ditemukan pada bayi, sering pada anak, agak jarang pada orang dewasa muda, dan lebih banyak lagi pada orang dewasa muda. Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 tahun dan >50 tahun.
Sebelum ditangani dan diberi obat tambah darah maka resiko yang terjadi pada anak berupa anemia dan bahkan bisa menyebabkan kematian yang sebelumya bertahap dari kelemahan
Kalau anak terkena serangan berupa epistaksis alangkah lebih baik kita lakukan pertolongan pertama yaitu meletakkan kepala lebih tinggi dari badan dan juga memencet hidung bagian luar selama beberapa menit dan setelah itu baru kita bawa ke dokter untuk mengetahui tindakan selanjutnya.
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk)untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari.
Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah
Mencegah komplikasi
Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi
Mencegah berulangnya epitaksis
Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu keadaan umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.
Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di belakang punggung pasien.
Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah , kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang dibasahi dengan adrenalin 1/ 10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3 -5 menit
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar