Rabu, 30 Mei 2012

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HIDROSEFALUS

• Definisi Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328). • Epidemiologi Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211). • Etiologi Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah : 1) Kelainan Bawaan (Kongenital) a. Stenosis akuaduktus Sylvii b. Spina bifida dan kranium bifida c. Sindrom Dandy-Walker d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah 2) Infeksi Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis. 3) Neoplasma Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma. 4) Perdarahan Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360). • Patofisiologi dan Patogenesis CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:328) Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu : 1. Produksi likuor yang berlebihan 2. Peningkatan resistensi aliran likuor 3. Peningkatan tekanan sinus venosa Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari : 1. Kompresi sistem serebrovaskuler. 2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler 3. Perubahan mekanis dari otak. 4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis 5. Hilangnya jaringan otak. 6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial. Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212) • Pohon Masalah • Klasifikasi Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan : 1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus). 2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. 3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. 4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005) • Manifestasi Klinis 1) Perubahan tanda-tanda vital (penurunan frekuensi pernafasan, peningkatan TD) 2) Muntah 3) Peningkatan lingkar kepala 4) Letargi 5) Aktivitas kejang 6) Pada bayi (1) Pembesaran kepala secara progresif (2) Bagian frontal tengkorak menonjol (3) Fontaneta tegang dan menonjol (khususnya yang tidak berdenyut) (4) Distensi vena superfisial kulit kepala (5) Transilominasi melalui tengkorak meningkat secara simetris (6) Mata turun ke bawah (sun set eyes) 7) Pada anak yang lebih besar (1) Sakit kepala di dahi, mual, dan muntah (2) Anoreksia (3) Atareksia (4) Kekakuan ekstremitas bawah (5) Kemrosotan prestasi sekolah atau kemampuan kognitif anak • Pemeriksaan diagnostik o Lingkar kepala o CT-scan : identifikasi tempat obstruksi o MRI (Magnetik Resonanse Imaging) Pembesaran ventrikel o Lumbal pungsi • Diagnosis Banding Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono, 2005:215) • Terapi Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu : a) Mengurangi produksi CSS. b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi. c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005) 1. Penanganan Sementara Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya. 2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting) Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003) 3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting) Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360) • Prognosis Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005) • Komplikasi o Peningkatan intrakranial o Kerusakan otak o Infeksi, septikemia, endokarditis, infeksi lukam nefritis, meningitis, ventrikelitis dan abses otak o Shunt tidak berfungsi o Kematian ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN I. DATA SUBYEKTIF A. Identitas a) Identitas Klien Nama : Umur : Agama : Jenis Kelamin : Alamat : No. RMK : Tgl.Mrs : Diagnosa Medis : b) Identitas penanggung jawab Nama : Umur : Alamat : Hubungan dengan klein : Catatan : Menyerang pada neonatus atau anak berusia kurang dari 6 tahun B. Keluhan utama Kepala yang membesar C. Riwayat penyakit sekarang D. Riwayat Penyakit Dahulu E. Riwayat Penyakit Keluarga F. Pola Pemeliharaan Kesehatan G. Aktivitas atau istirahat Eliminasi Neurosensori Pencernaan Kenyamana Kaji gaya hidup monoton atau hiperaktif Pola Kebiasaan II. DATA OBYEKTIF A. Keadaan Umum Tingkat kesadaran klien compos mentis, dengan nilai GCS (4,5,6) Keterangan : 4 (respon membuka mata spontan) 5 (respon verbal dan sesuai) 6 ( Respon motorik mengikuti perintah) B. Tanda-tanda Vital a. Tensi : b. Nadi : c. Raspirasi : d. Suhu : • Head to Toe Yang perlu kita garis bawahi atau yang perlu lebih diperhatikan adalah pemeriksaan dibawah ini (a) Kepala Pembesaran lingkar kepala, ubun-ubun menonjol vena kulit kepala dilatasi, berkilau, sun set eyes, terdapat tanda cracked pot, alis mata tertarik ke atas, sklera di atas iris, sehingga melihat ke bawah. (b) Thorax Bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas,apnea, aspirasi (c) Abdomen Bising usus menurun (d) Ekstrimitas Hiperekstensi, kekakuan ekstrimitas bawah. Tapi bukan berarti kita mengabaikan pemeriksaan yang lain. C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM D. PEMERIKSAAN PENUNJANG • Lingkar kepala • CT-scan : identifikasi tempat obstruksi • MRI (Magnetik Resonanse Imaging) : pembesaran ventrikel • Lumpal fungsi E. DIAGNOSA KEPERAWATAN (1) Pre Operasi • Kecemasan b/d ketakutan akan resiko operasi • Kurangnya pengetahuan orang tua b/d kurang pengalaman dengan tindakan operasi • Kurangnya volume cairan b/d intake inadekuat • Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake inadekuat (2) Pasca operasi • Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d pembiusan pre op • Resiko tinggi kurangnya volume cairan b/d kehilangan cairan pre op • Resti perubahan orang tua b/d cemas • Resti infeksi b/d invasi bakteri dari tindakan pembedahan • Nyeri b/d trauma jaringan sekunder akibat operasi • Intervensi (1) Pre Op (a) Kecemasan b/d ketakutan akan resiko operasi Tujuan : orang tua tidak menunjukkan kecemasan Kriteria hasil : orang tua menerima secara verbal tindakan pembedahan (i) Beri informasi tentang pembedahan, jelaskan hal-hal tentang operasi R\ Keluarga akan lebih kooperatif dalam tindakan (ii) Identifikasi kesalahpahaman dan jelaskan bahwa kecemasa adalah normal R\ Tindakan operasi meningkatkan kecemasan pada kebanyakan orang tua, hal ini akan membantu orang tua atasi stressor (iii) Pastikan orang tua tahu kapan mereka menemui bayi setelah operasi R\ Akan membantu orang tua mengatasi stressor (iv) Ajarkan pada orang tua bagaimana memegang kepala bayi dengan benar setelah operasi R\ Mengurangi resiko cidera akibat penekanan pada kepala (b) Kurangnya pengetahuan orang tua b/d kurang pengalaman dengan tindakan operasi Tujuan : orang tua akan menunjukkan pemahaman mengenai hidrosefalus dan membuat keputusan persetujuan Kriteria hasil : orang tua mau berdiskusi tentang perawatan post op, menunjukkan optimisme, tentang hasil operasi Orang tua mau menimbang bayi Orang tua mau menerima support yang diberikan (i) Jelaskan tentang prosedur R\ Dengan pemberian informasi keluarga akan merasa aman dan terlindungi (ii) Jelaskan tentang perawatan secara spesifik R\ Dengan penjelasan yang adekuat keluarga akan lebih kooperatif (iii) Jelaskan seberapa sering orangn tua dapat mengunjungi bayi dan menenangkan bayi R\ Mengurangi resiko infeksi (iv) Beri support sesuai indikasi R\ Keluarga akan merasa aman dan terlindungi (c) Kurangnya volume cairan b/d intake in adekuat Tujuan : volume cairan seimbang Kriteria hasil : BB kembali seperti semula, kulit lembab, ubun-ubun datar. (i) Monitor intake dan out put R\ Keseimbangan antara intake dan out put akan mengetahui masukan dari berhubungan dengan fungsi ginjal dan pilihan intervensi yang tepat. (ii) Monitor suhu R\ Demam akan meningkatkan pengeluaran cairan melalui evaporasi (iii) Monitor kelembaban kulit dan ubun-ubun tiap 2 jam R\ Kekurangan cairan dapoat diidentifkasi dari membran kulit daan mukosa kering (iv) Beri minum sedikit-sedikit tapi sering, hindari memberi minuman dengan memakai dot R\ Pemakaian dot dapat merangsang terjadinya peningkatan TIK (d) Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intaket in adekuat Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan BB seperti semula (i) Monitor BB tiap hari R\ Persediaan nutrisi yang cukup dapat dimanifestasikan dengan peningkatan BB (ii) Awasi masukan dan pengeluaran R\ Berguna untuk memonitor keseimbangan nutrisi (iii) Beri makan sedikit-sedikit tapi sering R\ Makanan yang banyak dapat merangsang penurunan peristaltik usus sehingga mengurangi keinginan untuk makan (iv) Berikan terapi iv sesuai indikasi R\ Memenuhi pemenuhan nutrisi secara parenteral (2) Post Op (a) Ketidakseimbangan bersihan jalan nafas b/d pre op Tujuan : jalan nafas menjadi lancar Kriteria hasil : tidak ada opnea, tidak ada tarikan intercostae, menunjukkan kestabilan TTV (i) Monitor TTV tiap 15-30 menit R\ Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan TIK (ii) Monitor ETT, peralatan resusitasi di samping TT R\ Menyediakan ventilasi adekuat bila dilepas sementara (iii) Monitor ventilasi mekanis R\ Menyusun alat sedemikian dengan penyakit dan hasil pemeriksaan diagnostik untuk mempertahankan parameter (iv) Monitor sianosis sentrat perifer tiap 15-30 menit R\ Sianosis menujukkan vasokontriksi dan hipoksia sistemik (b) Resti kurangnya volume cairan b/d kehilangan cairan pre op Tujuan : tidak terjadi kekurangan cairan (cairan seimbang) Kriteria hasil : menunjukkan tidak adanya gejala gangguan kardiovaskuler Nadi normal 110-160 x/menit Urine output normal CRT kembali dalam 1 detik (i) Monitor intake dan output R\ Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan (ii) Monitor turgor kulit R\ Kekurangan cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering (iii) Onitor output urine dan BJ urine R\ Memberikan indikator langsung keseimbangan cairan (iv) Monitor TTV tiap 15-30 menit R\ Kekurangan perpindahan cairan meningkatkan frekuensi jantung, menurunkan TD dan mengurangi volume cairan (c) Resiko tinggi infeksi b/d invasi bakteri dari tindakan pembedahan Tujuan : infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : tidak menunjukkan tanda gejala inflamasi pada bekas op, suhu dalam batas normal (i) Monitor TTV tiap 2 jam R\ Peningkatan suhu dapat diidentifikasi dengan adanya infeksi (ii) Jaga kebersihan sekitar operasi (bekas operasi) R\ Keadaan yang lembab merupakan media yang cocok untuk perkembangan dan pertumbuhan kuman (iii) Lihat tube insisi dari tanda infeksi R\ Deteksi dini adanya infeksi berlanjut (iv) Gunakan teknik steril dalam pengantian balutan R\ Mengurangi resiko transimisi kuman (d) Nyeri b/d trauma jaringan sekunder akibat operasi Tujuan : keutuhan rasa aman terpenuhi Kriteria hasil : tidak menunjukkan tanda dan gejala nyeri yang terkontrol, RR dalam batas normal (i) Monitor nyeri R\ Mengetahui tingkat nyeri sehingga bisa ditentukan tindakan yang tepat (ii) Berikan lingkungan yang tenang dan posisi yang nyaman R\ Mengurangi stimulus yang berlebihan (iii) Berikan analgesik sesuai dengan indikasi R\ Mengurangi nyeri (iv) Monitor RR tiap 2 jam R\ Nyeri akan membuat tubuh melakukaan kompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernafasan. DAFTAR PUSTAKA http://askep-free.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-hidrosefalus.html http://www.kumpulanasuhankeperawatan.com/asuhan_keperawatan_hydrocephalus_hidrosefalus.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar